Menyambut UU 23 Tahun 2014

Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pada 2 Oktober 2014 yang lalu tentang Pemerintahan Daerah membawa implikasi yang luas bagi pelaksanaan Pemerintahan Daerah. UU ini sangat strategis karena mengatur pembagian urusan pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam semua aspek penyelenggaraan pemerintahan. Di dalamnya diatur tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pengelolaan pemerintahan daerah. Mulai dari kewilayahan, kekuasaan pemerintahan, urusan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan daerah sampai dengan kewenangan pemerintah daerah. Hingga pengaturan tentang bagaimana penataan desentralisasi, termasuk didalamnya mengatur tentang lembaga legislatif.  Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Pemda) memasuki era baru ketika UU No 32 Tahun 2004 digantikan dengan UU No 23 Tahun 2014. Penggantian itu dilakukan karena peraturan lama dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan  keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Yang perlu lebih difahami adalah bahwa semangat Undang-undang ini adalah untuk meredefinisi Otonomi Daerah. Secara konsepsional pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Daerah dalam konteks hukum kenegaraan sebenarnya dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan tetap ada ditangan Pemerintah Pusat.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tersebut, Pemerintah Daerah berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan  untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, dan diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi dan potensi serta keanekaragaman daerah. Meski sebagian urusan pemerintahan sudah diserahkan kepada daerah, tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat (Presiden) sebagai pemegang kekuasaan akhir pemerintahan. Oleh sebab itu, hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah bersifat hirarkis dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Namun demikian berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 masih terdapat pro dan kontra di masyarakat. Sebagai contoh adalah di Kota Surabaya, beberapa orang tua murid atau wali murid mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi atas Undang-undang tersebut. Mereka beralasan bahwa pemberlakuan undang-undang tersebut yang memuat perubahan urusan pendidikan akan berakibat pada berkurangnya dana BOS dan BOSDA kepada siswa. Belum lagi kebingungan beberapa pemerintah daerah tentang akan terjadinya perubahan struktur organisasi perangkat daerah.

Ada beberapa hal yang mesti menjadi perhatian kita di daerah. Perhatian ini bisa jadi berupa tuntutan. Atau bisa jadi merupakan berkah dan manfaat. Pertama adalah perlunya melakukan perubahan atas struktur organisasi perangkat daerah. Hal ini harus dilakukan oleh karena adanya perubahan atas pembagian urusan antara pusat dan daerah. Banyak yang harus diubah didalamnya. Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan paling sedikit mempertimbangkan faktor jumlah penduduk, luasan wilayah, beban kerja, dan kemampuan keuangan Daerah. Untuk mengakomodasi variasi beban kerja setiap Urusan Pemerintahan yang berbeda-beda pada setiap Daerah, maka besaran organisasi Perangkat Daerah juga tidak sama antara satu Daerah dengan Daerah lainnya. Berdasarkan  argumen tersebut dibentuk tipelogi dinas atau badan Daerah sesuai dengan besarannya agar terbentuk Perangkat Daerah yang efektif dan efisien.
Sebagai contoh adalah urusan kelautan dan perikanan yang secara lebih substansial adalah Pengembangan SDM Masyarakat Kelautan dan Perikanan, tercantum urusan Pemerintah Pusat terkait pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan yaitu: a)    Penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional; b)    Akreditasi dan sertifikasi penyuluh perikanan dan c)   Peningkatan kapasitas SDM masyarakat kelautan dan perikanan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Atau misalkan Pengalihan pengelolaan pendidikan menengah dari kabupaten/kota ke provinsi. Ini juga akan membawa impilikasi yang luas berkaitan dengan SDM dan penganggarannya di daerah.

Yang kedua, merupakan implikasi dari perubahan pembagian urusan antara pusat dan derah. Yaitu, daerah secara logis juga harus menyesuaikan dengan melaksanakan perubahan atas dokumen perencanaan dalam bentuk RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) bahkan bisa jadi dokumen perencanaan lain. RPJMD merupakan panduan kerja bagi SKPD. Tentu saja ketika Struktur Organisasi beserta urusannya berubah maka secara logis dasar acuan kerja berupa RPJM juga harus berubah. RPJMD merupakan kumpulan program-program yang harus dilaksanakan oleh SKPD. Selanjutnya perubahan RPJMD juga akan diikuti oleh perubahan Peraturan Daerah tentang RPJMD serta perubahan Rencana Strategis SKPD untuk menyesuaikan dengan RPJMD. Secara khusus persoalan perencanaan pembangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada BAB X Bagian Kedua dan Ketiga antara pasal 260 hingga pasal 274. Termasuk di dalamnya adalah aturan tentang perubahan Peraturan Daerah tentang perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.

Ketiga, adalah merupakan konsekuensi logis dari adanya perubahan struktur organisasi perangkat daerah dan perubahan RPJMD. Yaitu perubahan struktur penganggaran daerah. Perubahan yang sudah pasti adalah perubahan alokasi dan proporsi anggaran kepada SKPD. Hal ini mengingat bahwa sebuah SKPD bisa jadi secara pelaksanaan urusan menjadi lebih kecil. Sekali lagi sebagai contoh adalah urusan-urusan yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja yang telah teridentifikasi banyak terdapat perubahan. Belum lagi pesoalan alokasi anggaran dalam bentuk Dana Alokasi Khusus atau DAK. Secara aturan saat ini terdapat DAK Fisik dan DAK non Fisik. Juga termasuk anggaran tentang Retribusi yang juga akan berubah dengan adanya pengelolaan terminal yang akan dikelola oleh Pemerintah Pusat.

Poin selanjutnya atau perhatian keempat adalah berlakunya Undang-Undang ini akan berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi keuangan daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah. Jika urusan yang dilaksanakan oleh daerah berkurang sedangkan pada sisi lain alokasi anggaran daerah baik yang berupa DAU dan DAK tetap, maka tentu daerah akan lebih leluasa membiayai barbagai urusan yang harus dilaksanakan oleh daerah. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah laut sampai dengan 12 mil yang akan menjadi urusan pemerintah provinsi, misalnya. Jika sebelumnya penyelenggaraan patroli laut pada zona sampai dengan 4 mil menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota maka selanjutnya akan menjadi wewenang pemerintah provinsi. Hal ini akan menjadikan konsentrasi kabupaten/kota hanya pada pembinaan nelayan kecil agar lebih produktif.

Dengan demikian secara keseluruhan akan menghasilkan perhatian kelima, yaitu  tuntutan akan kenerja PNS Daerah. Oleh karena bahwa efektivitas dan efisiensi menuntut adanya kinerja SDM PNS Daerah yang lebih optimal. Dengan peningkatan kinerja diharapkan akan semakin meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan meningkatnya daya saing daerah. Yang pasti bahwa penerbitan Undang-undang ini adalah sebuah momentum untuk meningkatkan daya saing daerah. Bagaimana tidak, efektivitas dan efisiensi harus meningkat yang juga harus diikuti oleh peningkatan SDM daerah. Selanjutnya perbaikan terhadap struktur organisasi perangkat daerah juga merupakan momentum agar ke depan akan terjadi efektivitas dan efisiensi pemerintah daerah. Selanjutnya juga dengan urusan yang baru juga menuntut perencanaan yang lebih efektif dan efisien untuk merencanakan pelaksanaan pembangunan.

Sudah saatnya Pemerintah Kota Probolinggo menyambut berlakunya Undang-Undang Nomor23 Tahun 2014 ini dengan sebuah langkah cermat dengan pandangan yang optimis dan penuh semangat.

Oleh : ARIEF BUDIJANTO
Kepala Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan
Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Probolinggo

 

×

Apakah anda mempunyai pertanyaan?

Klik salah satu perwakilan kami di bawah ini untuk mengobrol di WhatsApp atau mengirim email kepada kami bappedalitbang@probolinggokota.go.id

× LAYANAN ONLINE