MEWUJUDNYATAKAN KONSEP SMART LIVING DALAM BERLALU LINTAS MELALUI PENERTIBAN PROSEDUR PEMBUATAN SIM

Ledakan populasi masyarakat global saat ini telah mencapai tahap masif. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 bahwa lebih dari setengah penduduk bumi tinggal di daerah perkotaan. Tahun 2050, jumlah penduduk dunia akan meningkat 70 persen, dari 3,3 miliar jiwa menjadi 6,4 miliar jiwa. Sekarang saja sudah terdapat 500 kota besar (yang memiliki warga lebih dari 1 juta jiwa) di seluruh dunia, dan angka ini akan melonjak menjadi 10.000 kota besar pada tahun 2040. Masifnya populasi di  perkotaan ini tentunya banyak menambah permasalahan baru.
Salah satu masalah yang paling parah di perkotaan adalah tentang kurang tertibnya dalam lalu lintas. Lalu lintas adalah sarana untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, oleh karena itu lalu lintas merupakan salah satu masalah penting. Apabila arus lalu lintas terganggu, maka mobilitas masyarakat juga akan mengalami gangguan. 
Untuk memastikan sebuah kota menjadi layak huni dengan lalu lintas yang baik, maka dibutuhkan pemahaman untuk membuat kota pintar atau smart city. Dengan adanya pemahaman untuk membangun smart city, banyak kota-kota di dunia untuk menemukan cara yang lebih cerdas untuk mengelolanya, tidak terkecuali Probolinggo.
Smart city dapat didefinisikan menjadi 6 dimensi, yaitu smart economy, smart mobility, smart environment, smart people, smart living, dan smart governance. Enam dimensi itu berhubungan dengan teori regional dan neoklasik pertumbuhan dan pembangunan perkotaan tradisional.
Untuk perwudujan smart city sendiri, penulis mengambil satu aspek yaitu smart living. Smart living mengacu pada kebiasaan hidup dan kebiasaan masyarakat. Smart living didukung dengan adanya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan, keamanan, keselamatan, kemudahan, dan kenyamanan hidup. Salah satu cara untuk memenuhi syarat-syarat di atas adalah melalui tertib berlalu lintas.
Agar lalu lintas di perkotaan, khususnya Probolinggo, dapat dikendalikan, salah satu caranya adalah dengan mengendalikan para pengguna jalan. Para pengguna jalan dapat dikendalikan apabila ada penanaman akan rasa ketertiban sejak awal. Yaitu pada tahap pembuatan SIM.
Dari hal tersebut, kita dapat mencontoh dari smart city dunia, yaitu Tokyo. Untuk memperoleh SIM di Tokyo, Jepang, kita membutuhkan perjuangan dan keseriusan dalam mengikuti tahapan yang disyaratkan. Selain harus melalui ujian tertulis, calon pengemudi juga harus melalui ujian praktik yang tergolong ketat dan komprehensif. Hanya calon pengemudi yang layak dan mematuhi aturan yang dapat lolos dari ujian ini. Proses ujian SIM yang harus dilalui ini pada akhirnya menghasilkan pengemudi yang layak, baik dari sisi usia maupun kemampuan. Di Jepang, biaya pembuatan SIM (unten menkyou) adalah 300.000 Yen atau sekitar Rp30.000.000,00 atau lebih. Itu pun biasanya dapat lulus setelah 3-4 kali ujian praktik, bahkan ada yang mencapai tujuh. Padahal setiap mengulang, harus membayar materai seharga 1.650 Yen (sekitar Rp170.000,00).
Prosedur pembuatan SIM yang disiplin di Jepang tersebut akan menghasilkan para pengemudi kendaraan bermotor yang taat hukum. Lantas bagaimana proses pembuatan SIM di Probolinggo? Tentu telah kita ketahui bersama, proses pembuatan SIM yang menjadi tanda sah atau tidaknya seseorang sebagai pengemudi kendaraan bermotor di Indonesia, terkhusus Probolinggo, sarat akan adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari hal tersebut tentunya akan menimbulkan banyak sekali permasalahan. Peningkatan SDM di Indonesia, khususnya untuk mewujudnyatakan inovasi tersebut, adalah dengan menertibkan “hamba-hamba hukum” atau pihak-pihak yang berhubungan dengan prosedur pembuatan SIM. Sebab selama ini, para penegak hukumlah yang justru mendukung terjadinya tindak kecurangan dalam proses pembuatan SIM. Selain itu, sosialisasi dari pihak berwenang kepada masyarakat akan pentingnya kesadaran berlalu lintas merupakan hal yang sangat penting. Saat ini, banyak pelanggaran lalu lintas terjadi akibat ketidaktahuan atau ketidakpahaman para pengemudi di jalan. Banyak pengemudi kendaraan bermotor mendapatkan SIM melalui jalan belakang atau istilahnya “nembak”.
Proses mendapatkan SIM yang tidak melalui prosedur yang semestinya melahirkan banyak pengemudi yang tidak paham akan pentingnya etika berlalu lintas. Sekali lagi yang perlu ditekankan adalah tidak paham akan pentingnya berlalu lintas, bukan tidak mengerti. Contoh nyatanya adalah banyaknya kasus tabrak lari, pelanggaran rambu-rambu lalu lintas, dan lain sebagainya.
Meskipun penerapan konsep smart city di seperti Tokyo itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena kondisi masyarakat Indonesia sebagai negara berkembang tidaklah sama dengan kondisi masyarakat Jepang sebagai negara maju yang mengedepankan etos-etos kerja dan kedisiplinan, konsep tersebut masih dapat diterapkan di Probolinggo. Tentunya untuk mewujudnyatakan konsep diatas, butuh usaha dan kiat-kiat ekstra untuk dapat mengimplementasikan inovasi tersebut secara maksimal.
Untuk dapat mengimplementasikan hal tersebut harus dimulai dari peningkatan kualitas para pengemudi kendaraan bermotor di kota-kota di Indonesia. Sebab kualitas para pengemudi kendaraan bermotor merupakan hal parsial yang menjadi prasyarat sebuah negara dapat maju di segala aspek.
Tentu hal tersebut bukanlah hal yang mustahil untuk diterapkan di kota-kota di negara berkembang seperti Indonesia. Hal tersebut mampu membawa kota-kota berkembang menjadi salah satu smart city dunia.
Jadi untuk dapat mewujudkan kota Probolinggo sebagai salah satu smart city, yaitu dalam aspek smart living, dapat dilakukan dengan penertiban pengguna jalan melalui prosedur pembuatan SIM. Konsep smart living tersebut diharapkan dapat menjdai leader yang menuntun Probolinggo menjadi “kota pintar” dan mampu bersaing dengan “kota-kota pintar” lainnya, baik yang berskala nasional maupun internasional.
×

Apakah anda mempunyai pertanyaan?

Klik salah satu perwakilan kami di bawah ini untuk mengobrol di WhatsApp atau mengirim email kepada kami bappedalitbang@probolinggokota.go.id

× LAYANAN ONLINE