PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA PROBOLINGGO DENGAN PENERAPAN KONSEP SMART CITY

Dewasa ini tata kelola perkotaan mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia sejalan dengan semakin kompleksnya masalah-masalah yang muncul di kawasan urban terkait dengan pertambahan populasi yang berdampak pada konsumsi energi yang semakin besar dan peningkatan produksi  limbah  yang  signifikan.  Berhubungan  dengan  hal  itu,  smart  city, sebagai konsep manajemen kota yang memanfaatkan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk mengintegrasikan seluruh infrastruktur kota baik fisik maupun sosial yang bertujuan agar kehidupan kota dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan, kini digadang-gadang sebagai solusi yang menjanjikan untuk mewujudkan kota yang memiliki keberlanjutan energi dan ekonomi, sebagaimana dinyatakan oleh MenPANRB Yuddy Chrisnandi (www.menpan.go.id 14/10/2015). Berkaitan  dengan  hal  itu,  setelah  sebelumnya  menerapkan  program  green city  dan  membuat rancangan pengembangan kawasan minapolitan, kini menyusul kota-kota lain Pemerintah Kota Probolinggo yang mewacanakan penerapan smart city di Probolinggo, sebuah program yang dinilai dapat  mendukung  terlaksananya  dua  inisiatif  sebelumnya. Beberapa  ancangan  kerjasama  telah dibuat, termasuk dengan SCCIC ITB yang siap mendedikasikan segenap kemampuan dan teknologi untuk   mendukung   terlaksananya   program  smart city
(www.diskominfo.probolinggokota.go.id 14/10/2015).
Sebagai bagian dari masyarakat nelayan Kota Probolinggo yang memiliki kompleksitasnya sendiri, penulis menyambut baik inisiatif pemerintah untuk menjalankan konsep smart city. Hal ini karena penulis berpendapat bahwa penerapan konsep tersebut secara intensif   di kawasan nelayan akan dapat menjawab beberapa masalah penting yang seringkali menghambat ritme kerja nelayan. Karena itu, pada intinya tulisan ini akan fokus pada empat hal. Pertama, meletakkan penerapan smart city dalam kerangka pengembangan kawasan minapolitan. Kedua, mengusulkan tahapan- tahapan pelaksanaan program smart city. Ketiga, mencoba memetakan isu-isu strategis menyangkut persoalan nelayan dan pemerintah yang bisa diselesaikan dengan penerapan smart city. Keempat, berusaha mengidentifikasi potensi-potensi ekonomi yang dapat dimunculkan dengan program tersebut. 
Konsep Smart City dalam Kerangka Pengembangan Kawasan Minapolitan
Membahas   fokus pertama, penting kiranya untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar menyangkut alasan perlunya penerapan smart city di Kota Probolinggo. Misalnya, “apakah tujuan  penerapan  smart  city  searah  dengan  tujuan  pembangunan  kota  yang  lebih  luas?”,  atau “apakah komponen-komponen pendukung seperti dana, partisipasi masyarakat,  dan  karakteristik sosial kota dapat menjanjikan hasil yang diharapkan?”.
Dalam   menjawab   pertanyaan-pertanyaan   inilah   penerapan   smart   city   menemukan relevansinya dengan pengembangan Kota Probolinggo sebagai kawasan minapolitan. Mengapa? Pertama, tujuan pengembangan kawasan minapolitan di Kota Probolinggo adalah terintegrasinya kegiatan produksi, pengolahan, pemasaran, dan pengelolaan lingkungan agar kegiatan usaha perikanan dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Searah dengan hal tersebut, penerapan konsep smart city pada dasarnya juga bertujuan agar tercipta keberlanjutan energi, ekonomi, dan lingkungan dengan memanfaatkan TIK untuk memaksimalkan layanan publik.
Menjawab pertanyaan kedua, menurut penulis, komponen pendukung dalam pengembangan kawasan minapolitan dapat memaksimalkan tercapainya hasil yang diharapkan. Komponen- komponen tersebut  adalah  karakter sosial  masyarakat  pesisir  dan  aspek  pendanaan.  Masyarakat pesisir Kota Probolinggo terkenal dengan karakternya yang ulet dan suka bekerja keras. Meskipun persaingan usaha yang ketat membuat banyak pelaku usaha perikanan cenderung bersikap individualistis dan kurang kesadaran berorganisasi, didorong oleh kepentingan bersama untuk mencapai peningkatan ekonomi, mereka akan mudah tergerak untuk berpartisipasi. Mengenai aspek pendanaan, sepanjang pengamatan penulis, beberapa tahun terakhir ini, arus investasi besar sangat banyak  diarahkan  ke  wilayah  pesisir  Kota  Probolinggo.  Contoh  yang  paling  nyata  adalah dibangunnya pelabuhan peti kemas, pengadaan cold storage, dan pengembangan wisata bahari. Di sisi lain, infrastruktur pendukung utama juga mulai dibenahi, misalnya dengan pengecoran jalan- jalan utama yang memfasilitasi mobilitas kendaraan-kendaraan besar penopang kegiatan usaha. Dengan semua hal itu, penulis yakin ke depan arus investasi ke wilayah pesisir akan meningkat dan dengan skema pendanaan yang tepat akan dapat mendukung terlaksananya program smart city. 
Usulan Tahapan-tahapan Pelaksanaan Program Smart City
Menurut penulis, tahapan pertama dalam penerapan smart city adalah menyediakan payung hukumnya. Hal ini penting karena pada beberapa kota, karena berbenturan dengan kepentingan politik, inisiatif smart city seperti e-government, e-budgeting dan e-procurement terkadang dipermasalahkan payung hukumnya misalnya seperti kasus Ahok dan DPRD Jakarta. Mengenai hal ini, sebenarnya pemerintah daerah bisa mendasarkan penerapan  smart city pada undang-undang tentang inovasi daerah, yakni UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Bab XXI bertajuk Inovasi Daerah, dari Pasal 386 hingga Pasal 390 UU 23/2014. Inovasi yang dimaksud dalam Pasal 386 adalah semua bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Jika UU ini  dianggap  kurang  spesifik  maka  pemerintah  dapat  mengeluarkan  kebijakan  daerah  khusus mengenai penerapan smart city.
Selanjutnya, dalam penerapan smart city, TIK adalah prakondisi utama. Karenanya, pemerintah  daerah  harus  siap  menyediakan  jaringan  broadband  agar proses  transfer data dapat berjalan lancar sehingga dapat menyajikan informasi secara real time. Dalam hal ini pemerintah daerah harus bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi seperti Telkomsel atau ZTE, yang telah mengadakan kerjasama dengan kota-kota lain di Indonesia yang sudah terlebih dahulu menginisiasi penerapan smart city dalam manajemen kota. Setelah itu, area- area free hotspot harus diperbanyak demi aksesibilitas informasi bagi masyarakat.
Menurut Bolivar, peneliti kota-kota cerdas internasional dalam Transforming City Governments for Successful Smart Cities (Springer: 2015), TIK tidak cukup sebagai prakondisi penerapan smart city. Dua hal lain yang sangat penting adalah smart government dan smart people. Smart  government  adalah  pemerintah  yang  memiliki  kecakapan  dalam  sensing  (mengetahui) masalah-masalah yang dihadapi kota yang dikelolanya, understanding (memahami akar masalah dan menemukan solusinya), serta acting (melakukan tindakan sebagai solusi masalah tersebut) (Smart City ID vol. 2, Agustus 2015). Dalam tahapan sensing, pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak- pihak yang menyediakan aplikasi penjaring laporan masyarakat seperti SCCIC ITB yang sudah meluncurkan SSP (Smart City Platform). Otak smart city ini berguna untuk mendukung aplikasi e- blusukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah perkotaan. Selain SSP, ada juga aplikasi SOROT (Smart Online Reporting and Observation Tools). Aplikasi ini berguna untuk menjaring laporan dari masyarakat dan membantu pemerintah dalam memetakan dan memahami masalah (understanding). 
Selain menggunakan aplikasi SOROT, pada tahapan understanding, pemerintah sebaiknya juga membentuk institusi think tank. Institusi ini merupakan wadah pemikir dari kalangan akademisi dan stakeholder yang bertugas melakukan riset sebelum dibuatnya sebuah kebijakan. Ini penting karena setiap kota memiliki kekhasan masalah dan tantangannya sendiri. Identifikasi masalah yang berbeda akan membawa pada rumusan tindakan solutif dan penekanan yang berbeda. Selanjutnya, pada tahapan acting, pemerintah harus melaksanakan tindakan sesuai dengan hasil tahapan understanding, baik dari pemetaan laporan masyarakat atau rekomendasi dari institusi think tank. Solusi yang dilaksanakan bisa jadi berupa peluncuran aplikasi e-budgetting, e-puskesmas, e- procurement, e-payment, e-traffic, dan sebagainya.
Adapun  prakondisi  ketiga,  smart  people  atau  smart  community  adalah  masyarakat  yang pandai memanfaatkan akses informasi, berpartisipasi aktif dalam membentuk visi smart city yang berkelanjutan, dan kreatif menciptakan peluang-peluang usaha yang lebih terbuka dengan semakin canggihnya TIK. Contoh yang baik adalah warga Jakarta yang membentuk komunitas nebengers. Komunitas ini membantu mengurangi kepadatan lalu lintas dan mengurangi konsumsi energi dengan cara memberikan tumpangan pada anggota lain yang memiliki tujuan searah sehingga tidak harus menggunakan kendaraan pribadi.
Penerapan Smart City sebagai Solusi Masalah-masalah Kawasan Minapolitan
Menurut pengamatan penulis, masalah-masalah penting yang dihadapi masyarakat nelayan adalah perizinan yang rumit, infrastruktur transportasi yang kurang memadai, dan kurang efektifnya pengelolaan limbah. Mengenai perizinan, kerumitan tersebut terletak  pada banyaknya izin  yang harus diurus dan tempat pengurusan yang berbeda sehingga memakan waktu, biaya, dan energi yang tidak sedikit. Dari wawancara dengan pelaku usaha perikanan tangkap, penulis mencatat setidaknya ada 9 (sembilan) surat izin yang harus aktif dan dibawa saat kapal berangkat melaut. Enam di antaranya menjadi kewenangan Dishub dan tiga sisanya di bawah kewenangan DKP. Itupun diurus oleh divisi-divisi yang berbeda. Dengan banyaknya waktu yang dihabiskan untuk mengurus surat- surat tersebut, seringkali terjadi penundaan keberangkatan kapal padahal setiap harinya para awak kapal butuh pemasukan.
Menyikapi hal tersebut, PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) bisa menjadi solusi untuk masalah ini. Apalagi payung hukumnya sudah tersedia, yakni Perpres No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Yang dibutuhkan selanjutnya adalah komitmen pemerintah daerah untuk menerapkan gagasan ini. Dengan PTSP ini, nelayan tidak perlu terlalu  berlari kesana kemari 
untuk mengurus surat-surat izin di berbagai tempat yang berbeda,  melainkan cukup di satu tempat saja. Jika terlaksana, ke depan PTSP untuk perijinan ini bisa diintegrasikan dengan e-licensing di mana masyarakat dapat mengambil antrian secara online, tidak perlu menghabiskan waktu di tempat untuk mengantri dan bisa memanfaatkan waktu untuk kegiatan produktif lainnya. Selain itu, pemerintah juga mendapatkan keuntungan dengan kemudahan pengawasan karena sudah terintegrasinya data usaha perikana tangkap.
Masalah  berikutnya  adalah  infrastruktur  transportasi  yang  kurang  memadai.  Di  banyak bagian  jalan  yang  memberikan  akses  ke  kawasan  minapolitan,  banyak  terdapat  kerusakan. Kerusakan-kerusakan tersebut sangat menghambat kelancaran arus lalu lintas. Selain itu juga dapat mengakibatkan kerusakan pada barang-barang angkutan sehingga mengakibatkan kerugian. Selain kerusakan jalan,  aksesibilitas transportasi umum ke wilayah-wilayah kegiatan usaha juga masih kurang. Mengenai masalah ini usulan yang bisa diberikan adalah mempercepat dan memperluas wilayah pengecoran jalan dan memperluas aksesibilitas transportasi umum. Selain itu, untuk memetakan dengan cepat dan tepat lokasi-lokasi yang membutuhkan penanganan, aplikasi seperti SOROT dapat digunakan.
Mengenai kurang efektifnya pengelolaan limbah terlihat dari banyaknya keluhan masyarakat di kawasan usaha perikanan yang terganggu dengan limbah yang mengakibatkan bau tak sedap dan penyumbatan saluran air pembuangan. Kondisi ini memiliki andil dalam memelihara kekumuhan pemukiman masyarakat pesisir. Menurut penulis, ini karena limbah usaha masih dikelola secara individual. Usulan yang bisa diberikan adalah dibuatnya sistem pengelolaan limbah terpadu yang nantinya  bisa  mengolah  limbah  menjadi  biogas  dan  akhirnya  tidak  hanya  mencapai  tujuan pengelolaan limbah secara zero waste tetapi juga menyumbang energi terbarukan bagi masyarakat Kota Probolinggo.
Potensi-potensi Ekonomi yang dapat Muncul dengan Penerapan Smart City
Dengan lancarnya arus informasi secara real time di kawasan minapolitan, dan kegiatan usaha yang terintegrasi antara produksi, pengolahan, dan pemasaran, serta kelancaran transportasi untuk dunia usaha,  setidaknya  ada  dua  potensi  ekonomi  yang  bisa  diidentifikasi.  Pertama menyangkut kreatifitas usaha dan yang lain menyangkut investasi.
Dewasa ini banyak berkembang ide usaha pesan antar untuk ikan segar. Konsumen juga berkembang tidak hanya dari dunia usaha tetapi juga rumah tangga. Ke depan, dengan aplikasi yang dapat menyediakan informasi stok dan harga ikan secara online dan real time, usaha-usaha kreatif semacam ini akan semakin berkembang. Aplikasi tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk memutus mata  rantai  distribusi  ikan  sehingga  konsumen  mendapatkan  harga  yang  lebih murah. Contoh aplikasi semacam ini adalah 5kilo yang diinisiasi oleh peserta Hackathon Merdeka. Aplikasi ini menghubungkan antara konsumen dengan petani bawang merah sehingga petani mendapatkan harga lebih tinggi daripada harga tengkulak dan konsumen mendapatkan harga bersaing.
Peningkatan kegiatan usaha perikanan pada gilirannya juga akan meningkatkan peluang investasi. Dalam hal ini ada dua hal yang bisa disarankan yakni mengenai inisiatif untuk menjamin keamanan dan transparansi investasi, dan skema-skema pendanaan kreatif. Jaminan keamanan dan transparansi akan membuat investor tidak ragu untuk memberikan dana sebagai modal usaha. Hal ini bisa diusahakan salah satunya dengan aplikasi seperti e-lelang yang memberikan informasi secara transparan mengenai proyek-proyek yang sedang ditawarkan, siapa saja pesertanya,  dan sebagainya.
Mengenai skema pendanaan, yang dimaksud kreatif adalah tidak mengandalkan dana pribadi untuk mendanai usaha yang dalam konteks pemerintah daerah berarti APBD. Untuk menyediakan fasilitas publik, skema-skema pembiayaan seperti Public Private Partnership (PPP) atau Revenue- based Bond  dapat  dipertimbangkan.  Dalam  hal  ini  pemerintah  daerah  harus pintar dan selektif memilih  mitra  kerjasama.  PPP  adalah  skema  pendanaan   yang  umumnya  digunakan  untuk membangun fasilitas public seperti jalan tol. Adapun Revenue-based Bond adalah surat hutang yang jaminannya adalah laba yang akan dihasilkan.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prospek pengembangan kawasan minapolitan di Kota Probolinggo dengan penerapan konsep smart city sangat baik. Hal ini karena pemanfaatan TIK ala smart city sangat mendukung kesuksesan pengembangan minabisnis dari segi produksi (smart governance dengan PTSP), sampai pemasaran (smart transportation). Selain itu, penerapan smart city juga dapat menjadi solusi masalah pengelolaan limbah, dan meningkatkan partisipasi publik sehingga tercipta smart people, serta memperluas peluang usaha dan investasi di kawasan minapolitan sehingga tercipta smart environment dan smart economy. Kesemuanya merupakan indikator tercapainya smart city yang menjamin keberlanjutan energi dan ekonomi di kawasan minapolitan Kota Probolinggo. Nuril Hidayah
×

Apakah anda mempunyai pertanyaan?

Klik salah satu perwakilan kami di bawah ini untuk mengobrol di WhatsApp atau mengirim email kepada kami bappedalitbang@probolinggokota.go.id

× LAYANAN ONLINE